Powered By Blogger

Sunday, May 29, 2011

GURU BK TAK PERLU BERI SOLUSI


Guru bimbingan dan konseling (BK) harus mampu membantu siswa memecahkan masalahnya sendiri. Guru BK tidak perlu memberikan solusi atas masalah para siswa tapi menjadi pendengar yang baik dan memberikan arahan-arahan.

Prof. Dr. H. Sofyan S. Willis, M.Pd., mengatakan hal itu kepada ”PR” di sela-sela lokakarya “Konselor Sekolah” di SMAN 5 Bandung, Jl. Belitung, Menurut dia, solusi yang diberikan guru malah belum tentu menjadi yang terbaik untuk para siswa. “Tidak ada yang dipecahkan pembimbing. Siswa harus memecahkannya sendiri atas bantuan guru,” ujarnya.

Staf pengajar pada program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia itu mengatakan, guru BK bisa saja memberikan usulan tapi tidak dalam bentuk nasihat. “Alternatif bisa diusulkan guru, tapi siswa tetap yang harus memikirkan. Yang baik, alternatif juga dari dia (siswa-red),” ungkapnya
.
Selain terlalu sering memberikan nasihat, katanya, ada beberapa hambatan lain yang membuat guru BK tidak berfungsi dengan baik di sekolah. Terutama, citra yang telanjur melekat pada guru BK sebagai polisi sekolah.

Menurut dia, kantor BK di sekolah bahkan telah dianggap sebagai tempat pesakitan. Padahal, guru BK harus memberikan konseling kepada seluruh siswa, bukan yang memiliki masalah saja. Karenanya, hubungan konseling harus dijaga supaya selalu baik sehingga siswa bisa percaya pada guru BK secara personal.

Hambatan lain adalah banyaknya guru BK yang tidak mampu mengelompokkan masalah yang diungkapkan siswa. Saat melakukan konseling, siswa sering berbicara banyak hal sehingga guru tidak cepat menangkap pokok masalahnya. Karenanya, konseling harus berlangsung secara berkesinambungan.

Supaya konseling cukup efektif, jumlah guru BK di setiap sekolah harus memadai. Menurut Sofyan, satu guru BK sebanding dengan 150 siswa.

Berkaitan dengan peran sekolah, ia mengungkapkan, semua guru — terutama guru BK — harus melakukan pendekatan secara bijak dan personal kepada siswa. Guru pun harus mampu mengajar sambil membimbing para siswa.

Friday, May 20, 2011

Pacaran Sehat...??? Gimana Tuh...???

PACARAN atau tidak di zaman canggih sekarang ini, adalah sebuah pilihan. Nggak ada lagi aturan yang mengatakan bahwa remaja tuh nggak gaul kalo nggak pacaran. Kalau nggak pengen pacaran, ya kita nggak usah pacaran. Orang pacaran musti jelas motivasinya, dan harus positif. Kalo nggak, mending nggak usah aja. Jangan salah mengartikan gaul ya. Yang namanya gaul tuh justru mereka yang percaya diri, berprestasi, tahu apa yang dia mau, dan tentu saja tahu bagaimana mengemukakan keberatan kalo dia memang nggak mau.

Nah kalo kita mau pacaran, pastikan deh gaya pacaran kita itu masuk kategori pacaran sehat. Yang namanya pacaran sehat bukan berarti tiap kali ngapel kita sambil push-up, main basket atau senam aerobic lho! Pacaran sehat itu berarti pacaran yang tidak "bikin penyakit". Maksudnya pacaran yang bertanggung jawab, jelas tujuannya, dan tidak merugikan satu sama lain. Lebih detail lagi, pacaran sehat bisa dijelaskan begini:

 

Sehat secara psikologis. 

Pacaran biasanya tujuannya untuk saling mengenal satu sama lain. Buat remaja kayak kita, pacaran biasanya identik dengan hepi hepi. Bisa saling mengekspresikan rasa sayang, cinta, saling memberi dukungan, dan pokoknya ada temen yang asik punya untuk diajak kemana mana. Pacaran menjadi tidak sehat kalau mulai main paksa paksaan, cemburu berlebihan, terlalu posesif, berantem terus, pokoknya bukannya hepi hepi yang didapat, tapi malah bikin stress, ketakutan, tertekan, selalu terpaksa, dll.
 

 Sehat secara fisik

 Biasanya yang paling ditakutkan ortu kalau kita pacaran adalah bahwa kita tidak bisa menjaga diri kita agar "tetap utuh". Karena ortu tahu dan masih inget bagaimana yang namanya remaja itu sangat bergejolak, selalu pengen coba coba, dan mudah terpengaruh. Banyak remaja perempuan hamil karena pengen coba coba dan nggak bisa menolak bujukan pacar. Remaja cowok juga banyak yang terpengaruh pandangan bahwa kalau belum bisa menggaet cewek berarti dia cowok memble. Akhirnya gara gara mereka berdua nggak punya "kekuatan" untuk menjadi diri sendiri, jadinya tergelincir, coba coba melakukan hubungan seksual dan akhirnya menyesal seumur hidup. Tadinya hubungan seks pertama yang mereka pikir bakal indah tidak terlupakan, ternyata memang bener bener tak terlupakan, saking nyeselnya..... 
Kehamilan hanya salah satu resiko. Belum kalau kena PMS (Penyakit Menular seksual). Ingat ya, udah nggak jamannya lagi ngelihat kebersihan seseorang hanya dari penampilan luar. Tampaknya sih dari luar doi keren abis, kulitnya bersih, anak orang kaya, dll, padahal belum tentu dia nggak punya penyakit menular seksual. Nah jadi pacaran yang sehat salah satunya adalah tidak menimbulkan kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit, dan gangguan fisik lainnya (selaput dara robek, dll).

Sehat secara sosial 

Kadang kalo kita lihat orang pacaran di tempat umum bisa bikin kita jengah sendiri deh! Anak SMU pacaran di halte bus kota, sambil ciuman nggak peduli banyak orang ngelihat. Bukannya sirik ya, tapi perilaku kayak gitu nggak pantas deh! Orang orang yang lebih dewasa malah lebih seru lagi. Jangan lupa bahwa kita hidup di masyarakat yang memiliki norma dan adat istiadat yang berlaku umum di lingkungan kita. Sebagai anggota sebuah masyarakat (kecuali kamu tinggal di pulau terpencil kayak Tom Hanks di film "out cast") kamu harus menghargai norma yang berlaku disitu. Jangan mentang mentang kata orang "dunia hanya milik kita berdua" terus orang lain disekitarnya bener bener dicuekin. Pulang ngapel larut malem melebihi jam malam di kawasan kita, juga suka bikin sebel masyarakat, biasanya ortu bakal keberatan dan jangan jangan gara gara dianggap nggak sopan kita malah dilarang pacaran sama mereka. Kalau gaya pacaran kita udah bikin masalah di lingkungan, berarti pacaran kita udah nggak sehat. Selain Norma masyarakat kita juga punya norma Agama. Agama juga memberikan batasan batasan bagi kita dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis. Jadi temen temen, sehat secara sosial dalam pacaran juga musti dijamin. Yang namanya nama baik tuh sulit didapat atau dipertahankan. Jangan hanya gara gara kita lagi hepi kita jadi kehilangan nama baik dan nggak diterima di masyarakat kita sendiri.

Nah temen temen, untuk dianggap berpacaran dengan sehat dan bertanggung jawab, ketiga kriteria itu musti dipenuhi, nggak boleh setengah setengah. Banyak memang pertimbangan yang harus kita ambil kalau kita mau pacaran. Buat kalian yang udah pada pacaran, coba deh di kaji lagi gaya pacaran kalian, sudah sehat atau baru setengah sehat, atau jangan jangan nggak sehat sama sekali. Sebelum terlanjur, cepet gih ambil keputusan! Semoga sukses ya.